Risalah Dedaunan
http://pixabay.com/en/plane-tree-cottonwood-poplar-tree-337780/
Di pepohonan rindang, di tengah luas dan garangnya padang sabana.
Dedaunan tua itu mulai menguning dan kering.
Menunggu detik datangnya perpisahan.
Semenit, sejam, sehari, seminggu, terus ia menanti dengan sabar saat yang dinanti itu.
Ia habiskan masa penantian dengan semangati dedaunan muda yang energik penuh semangat.
Dedaunan muda sangat senang mendengar petuah menyejukkan dari dedaunan tua.
Mereka berharap waktu tak cepat berlalu.
Tiba-tiba saja terdengar deru angin yang sangat kencang.
Langit tertutup mendung pekat.
Kilat saling sahut seakan-akan menantang siapa-siapa yang berani menghadapi mereka.
Badai datang!!!
Dengan pongah ia menari di antara pepohonan.
Berlari di tengan padang sabana luas.
Tertawa, berteriak-teriak.
Ia goda dedauanan untuk ikuti jejaknya.
Menari bebas di padang sabana.
Meninggalkan rimbun rindangnya kerumunan dedaunan.
"Hahahaha........ ayo dedaunan menari bersamaku disini."
"Sudah, tinggalkan saja pohon tua itu."
"Tak bosankah kau berkerumunan seperti orang dungu? Hahahaha....."
Badai berlari dan menari di antara mereka.
Mengusik keteguhan dedauanan.
Dedaunan tua, merasa telah tiba saatnya untuk berpisah.
Sekali lagi ia pesankan untuk dedaunan muda supaya terus bersabar.
Ia pun ingatkan dedaunan muda tuk tergoda rayuan badai.
"Wahai penerusku. bersabarlah, kuatlah."
"Sungguh, Allah senantiasa bersama kita"
"Bersabarlah dalam rindang dan rimbunnya jamaah."
"Berkaryalah dan tetap tawakkal"
Wuss.... Badai tiba-tiba menerjang mereka lagi.
Dedaunan tua tersenyum, sambil berkata,
"Tenanglah badai, sungguh aq tak kan tergoda rayuanmu"
Dengan senyum terkulum dedaunan tua akhirnya menutup mata.
Berjumpa dengan Khaliqnya.
Menyudahi tugasnya dan menyerahkan tongkat estafet pada dedaunan muda.
Raga dedaunan tua terombang-ambing terbawa badai.
Badai pun tertawa pongah, walau dalam hati ia kecewa.
Karna di penghujung tugasnya pun, dedaunan tua enggan ikuti ajakannya.
Ia permainkan raga dedaunan tua ke sana ke mari hingga tak tampak mata lagi.
Dalam rindang rimbunnya dedauanan di pohon.
Dedaunan muda teridak dalam diam.
Mereka goyah, merasa lemah dan tak berdaya.
Dedaunan tua yang senantiasa menjadi penyemangat mereka telah tiada.
"Ayolah tak usah sedih. Ikut saja bersamaku"
Ajak badai menggoda.
"Buat apa kau tangisi kepergian si tua renta itu."
"Ayo menari bersamaku di sini dan tinggalkan saja pohon reyot itu"
Ajakan badai ternyata mulai memengaruhi sebagian dedaunan muda.
Yang mulai menjauh dari rindang rimbunnya jamaah.
Mereka tertarik tuk ikuti langkah badai menari kelilingi padang sabana.
"Ayo kita ikut saja si badai itu."
Ajak seorang dedaunan muda.
"Sepertinya menyenangkan bisa menari bebas tak lagi terikat di tempat yang penuh sesak ini."
"Pun aku mulai bosan dengan segala macam aturan di tempat ini. Sungguh terkekang!"
Gerutunya.
Yang lain hanya terangguk-angguk dalam diam.
Mereka menatap kosong. Masih membekas dalam hati kepergian dedaunan tua.
Sebagian lagi mengingatkan akan petuah dedaunan tua tuk terus bersabar.
Hingga tak sadar mereka cekcok sendiri.
Badai pun terus menggoda mereka.
Tak lelah-lelahnya badai menertawai.
Hingga tak sadar, beberapa dedaunan muda mulai tergiur ajakannya.
Mereka mulai menjauhi rimbun rindangnya jamaah.
Mereka mulai asyik sendiri dengan rencana-rencana tuk bergabung bersama badai.
Hingga akhirnya, satu persatu dedaunan muda itu mulai lepas dari pepohonan.
Ikuti tarian badai.
Mereka terbuai kesenangan yang membawa pada kebinasaan
Mereka terbang hilang ditelan gemuruh badai yang tertawa penuh kemenangan.
Sungguh pepohonan itu tak lagi ramai oleh rimbun rindangnya dedaunan.
Hanya tersisa satu dua dedaunan yang tetap sabar dan setia ikuti petuah dedaunan tua.
Mereka bersedih karena tak lagi ramai pepohonan itu.
Mereka putu asa bahkan hampir ikuti langkah-langkah yang lain tuk terbang bersama badai.
Mereka kebingungan.
Beruntung diantara mereka masih tersisa dedaunan bijak nan penuh semangat.
Yang senantiasa mendorong dedaunan yang lain tuk terus bersabar.
"Sudahlah, tak usah kau hiraukan kepergian mereka"
"Sungguh dalam dunia ini penuh dengan pilihan-pilihan"
"Dan pilihan-pilihan itu, pasti terkandung resiko"
Ujar dedauanan bijak itu.
"Tak nampakkah oleh kalian?"
"Tunas-tunas baru bermunculan menyambut hari?"
"Biarlah yang pergi, tak perlu kau sesali"
"Cukuplah itu jadi pelajaran dan mari sambut harapan-harapan baru yang menjelang"
"Dengan hadirnya tunas-tunas baru di tiap tangkai"
"Mari kita bersama-sama tunaikan kewajiban kita"
"Karena tiap amanah kita yang tertunaikan pun nantinya untuk kita nikmati kembali"
Di pepohonan itu,
Tunas-tunas baru mulai bermunculan.
Gantikan dedaunan yang tergoda rayuan badai.
Tunas-tunas yang lebih kokoh.
Tunas-tunas yang lebih bersemangat.
Tunas-tunas yang lebih bersabar.
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (TQS al-Maidah [5]: 54."
0 komentar:
Post a Comment